#1 Hukuman Dunia

#1 Hukuman Dunia


Dahulu, aku adalah seorang malaikat ....
***
Pada suatu tempat di dunia, ada seorang anak yang sangat baik. Ia tumbuh berkembang, bermain, tertawa, dan menikmati hidupnya. Orang-orang di sekitarnya sangat menyayangi anak itu, ia selalu senantiasa membantu orang lain yang dalam kesulitan tanpa mengharapkan balasan apapun. Dalam dirinya, tertanam nilai moral yang tinggi. Selain itu, ia percaya dengan hukum karma. Ia tak pernah melakukan kejahatan, ia tak pernah menghina, dan tak pernah keliru menjalankan tugasnya. Ia berharap, dengan melakukan itu semua keburukan tak akan datang padanya.
Atas sifatnya yang baik itu, ia memiliki karisma yang sangat tinggi. Orang-orang yang mengenalnya, selalu mengatakan bahwa anak itu seperti malaikat. Keberadaannya selalu membawa keberuntungan. Ketika ia sedang berbelanja ke sebuah toko yang sepi, tiba-tiba selalu datang pembeli-pembeli lain dalam jumlah banyak. Ketika ia naik kendaraan umum yang kosong, beberapa waktu kemudian kendaraan umum itu dipenuhi penumpang. Ia selalu sopan terhadap orang lain, ia mengerti bagaimana cara untuk berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.
Ia sangat menyukai hujan. Karena menurutnya, air hujan dapat membuat tanaman-tanaman indah dapat tumbuh berbunga. Walaupun ketika hujan langit harus menjadi gelap, tapi ia tetap menyukai hujan. Ia mengerti, bahwa untuk mendapatkan sesuatu maka kita harus mengorbankan sesuatu yang setimpal.
Hari-harinya terasa sangat berarti. Tak ada satu hal pun di dunia ini yang mengganggunya. Tapi, hatinya tidaklah kuat. Hatinya begitu lemah seakan mudah hancur bagaikan sebuah kaca setebal kertas.
Tapi, dunia tak seideal yang ia pikirkan ....
Ada orang-orang jahat di dunia ini yang hanya peduli dengan dirinya sendiri. Orang-orang jahat itu selalu mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi.
Datanglah hari di mana anak itu bersekolah, ia mendapatkan pengalaman baru, teman-teman baru, dan pengetahuan yang baru pula. Hari-harinya di sekolah begitu baik, tak ada sedikitpun masalah yang menimpanya.
Kemudian pada suatu hari, kelas di sekolahnya mengadakan ujian harian. Pada malam sebelumnya, anak itu menghafal habis-habisan, mengorbankan waktunya untuk mendapatkan nilai yang baik. Ia yakin bahwa nilainya pasti akan bagus. Namun sebaliknya, teman sebangku anak itu tak menghafal sedikit pun, ia bertaruh pada nasib.
Teman sebangkunya itu tahu bahwa si malaikat (si anak) itu takkan memberi tahunya jawaban. Karena itu, ia menyembunyikan sebuah buku di kolong bangkunya. Buku yang ia sembunyikan itu adalah buku milik si malaikat, karena miliknya lebih lengkap dari siapa pun di kelas ini. Tentu, buku itu ia ambil dari atas meja guru ketika bu guru memerintahkan semuanya untuk mengumpulkan buku di depan.
Ujian pun dimulai. Seluruh siswa larut dalam keheningan dan berkonsentrasi mengerjakan soal. Di lain pihak, teman sebangku si malaikat sibuk membuka buku mencari jawaban dari pertanyaan yang tersedia di lembar soal.
Si malaikat tidak menghiraukan tindakan teman sebangkunya, ia tidak melihat buku siapa yang sedang di pegang oleh temannya itu.
Guru pengawas berkeliling mengitari kelas untuk memastikan bahwa tak ada yang menyontek. Setelah ia puas memastikan, guru itu duduk di kursinya dan memeriksa buku-buku yang ada di depan meja. Ia menghitung semua jumlah buku yang berada di sana dan mendapati bahwa ada satu buku yang kurang.
"Ini udah, ini udah, ini udah ..." gumam bu guru mengecek absensi. "Putra, Putra Fajar, mana buku mu?" tanya bu guru.
"Eh, aku sudah mengumpulkannya di sana kok." balasnya kebingungan.
"Enggak, gak ada ..." ucap bu guru sambil menggelengkan kepalanya.
"Mungkin ada di tas kali ..." celetuk teman sekelasnya dari belakang.
Bu guru pun mendekati Putra. Teman sebangkunya kaget dan langsung memindahkan buku sontekannya ke kolong bangku milik si malaikat tanpa sepengetahuannya.
Bu guru pun memeriksa kolong bangku si malaikat dan ia mendapati sebuah buku.
"Ini apa?" tanya bu guru sambil menarik buku dari kolong bangkunya.
"Eh, kok?" ucap si malaikat kebingungan. Bu guru memasang ekspresi marah, dan langsung menarik lembar jawaban milik si malaikat. Guru yang di hadapi olehnya memanglah seorang guru killer yang tak ragu-ragu menyobek kertas jawaban.
Si malaikat tak dapat berkata-kata, keringat dingin keluar dari pelipisnya. Ia pun menyimpulkan bahwa teman sebangkunya lah yang telah memindahkan buku sontekannya ke kolong bangku si malaikat. Ia sebenarnya ingin mengungkapkan itu, namun di dalam hatinya juga terdapat perasaan bersalah jika ia melaporkan temannya pada bu guru.
Bu guru pun marah dan langsung merobek lembar jawaban si malaikat. Memang, Bu guru juga memiliki alasan mengapa ia merobeknya. Jika Putra memang tidaklah menyontek, ia pikir bahwa dengan cara ini, siswa-siswa yang lain akan ribut ketika menyaksikan siswa teladan yang dicintai mendapatkan nasib malang. Mereka akan mencari dan mencari si pelaku utama, dan akhirnya si pelaku utama akan terkena dampaknya. Biarkan masyarakat yang menghukumnya, pikir bu guru.
"Ayo ikut ibu." ucap bu guru. Mereka berdua—Putra dan bu guru— pun keluar.
Seketika itu suasana kelas pun ricuh.
"Oi, beneran Putra nyontek?" tanya salah satu orang di kelas itu.
"Masa sih, masa sih?" sambung yang lain.
"Mana mungkin dia nyontek!" bela seseorang.
"Gua liat sendiri, si Afar yang nyontek ..." sambung yang lain.
"Oi Afar! Gimana sih lu, liat tuh lembar jawaban si Putra di sobek!" sahut seseorang.
"E-enggak, gua gak nyontek, sumapah ..." balas Afar membela dirinya.
Seluruh isi kelas pun geram pada Afar.
"Aah, jangan bohong lu!" teriak seseorang.
"Aah, iya nih ..., si Afar ..." ucap mayoritas di kelas itu.
Semuanya merasa geram pada Afar, tatapan mereka begitu tajam dan menusuk, seakan-akan bahwa seisi kelas tersebut telah menjadi musuhnya. Bukan hal aneh jika keesokan harinya, ia akan menjadi target bully.
Tapi itu tidak berlangsung lama, bu guru dan si malaikat belum datang ke kelas. Rasa simpati pada Putra yang sebelumnya berkembang dalam diri mereka, mulai memudar dikarenakan keadaan. Para siswa di kelas itu pun memanfaatkan situasi.
"Oi bro, nomor 12 apa isinya?" ucap seseorang.
"Isinya B, kalo nomor 15?" balas seseorang.
Dan terjadilah nyontek massal. Tidak sedikit dari mereka yang berterima kasih pada Afar yang membuat bu guru keluar dan juga, mereka mulai melupakan Putra, mereka menjadikan Putra menjadi tumbal bagi diri mereka sendiri.
Sedangkan di lain pihak, si malaikat dibawa ke ruang BK—Bimbingan Konseling—, namun ia tak berkata apa-apa. Karena itu, ia di nasihati oleh guru BK walaupun ia tak salah. Si malaikat pun berpikir dalam hatinya.
Mengapa? Mengapa hal ini terjadi padaku? Apa salahku?, pikirnya. Hukum karma yang ia percaya mulai mengkhianatinya.
Setelah setengah jam berlalu, bu guru dan si malaikat kembali ke kelas.
"Oi, oi, bu guru datang!" sahut seseorang yang duduk di bangku depan. Seketika itu semua isi kelas kembali pada keheningan. Mereka berpura-pura berpikir, dan membalik-balikan kertas. Sedangkan si malaikat duduk di luar melamun.
Ia melamun menatap langit, bertanya pada langit tentang nasibnya yang malang pada hari ini. Namun kemudian hujan pun turun, sinar matahari yang menghangatkan punggungnya sedikit demi sedikit meredup.
Suasana hatinya semakin buruk, membuat ia merasa benci terhadap segala yang ia lihat.
Karena bosan dengan gelapnya langit, ia menurunkan pandangannya melihat tanaman-tanaman yang tersiram oleh air hujan, berharap agar keindahan dari tanaman-tanaman akan memperbaiki suasana hatinya.
Namun di samping memperbaiki, suasana hatinya semakin hancur. Di jarak pandangnya, ia melihat beberapa tanaman layu. Daun daunnya keriput, batangnya rapuh, bunga-bunganya gugur.
Kenapa? Apa karena hujan ini?, pikirnya.
Kemudian ia merenung ....
—Segala sesuatu yang TERLALU banyak akan dimuntahkan.
Terlintas di pikirannya kalimat tersebut.
Ia berpikir bahwa sepertinya, tanaman yang layu itu sudah muak dengan kebaikan yang diturunkan oleh langit. Apakah ..., dunia juga telah muak dengan kebaikan yang aku lakukan? Ataukah sebenarnya hujan itu bukanlah kebaikan? Ataukah kebaikan itu sebenarnya bukan kebaikan?, pikirnya. Si malaikat kebingungan dengan kalimat-kalimat yang tersirat di kepalanya.
Jam pelajaran bu guru itu pun selesai dan si malaikat masuk ke kelas. Teman-temannya langsung mengerumuni si malaikat ketika melihatnya masuk ke kelas.
"Tadi, digimanain aja?" tanya salah satu teman sekelasnya.
"Ngak kok, cuma di nasihatin aja ..." ucap si malaikat dengan senyum palsu. Ia tak suka membicarakan orang lain. Namun jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia merasakan sakit yang tak terbayang.
Si malaikat pun duduk di bangkunya tanpa mengatakan apapun. Ia menunggu permintaan maaf dari teman sebangkunya itu namun ia hanya diam dan tak berkata apa-apa. Memang, wajah bersalahnya terlihat dengan jelas. Tapi si malaikat tak peduli dengan wajahnya, yang ia inginkan hanyalah permintaan maaf. Tapi, kalimat itu tak kunjung keluar dari mulut munafik tersebut. Si malaikat pun menyandarkan kepalanya di atas meja. Kemudian, beberapa orang terdengar mengobrol di belakang.
"Ahh, untung tadi bu guru keluar, gua gak ngapalin apa-apa semalem." ucap seseorang. Ehh, begitu ya, syukurlah untukmu, pikir si malaikat. Ia pun berpikir bahwa dirinya telah menjadi pahlawan bagi kelas ini, karenanya mungkin teman-teman sekelasnya akan mendapatkan nilai yang bagus.
Si malaikat diingatkan pada perjuangan para tentara Indonesia saat melawan penjajahan. Mereka mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan orang-orang yang lemah, mereka mati dengan penuh kehormatan. Dan sekarang, ia sedang merasakan hal yang dirasakan oleh para pahlawan. Si malaikat pun menutup matanya dan membayangkan seorang "I Gusti Ngurah Rai"—tokoh pahlawan indonesia— berbicara padanya.
["Bagaimana rasanya menjadi pahlawan?"] ucap I Gusti Ngurah Rai dalam imajinasinya.
["Rasanya hampa seperti air, aku tak mendapatkan apa-apa."] balas si malaikat.
["Ya, memang begitu lah rasanya ... Tapi kau bukanlah sekedar pahlawan, kau adalah malaikat juga."] ucap I Gusti Ngurah Rai lagi.
Malaikat?, pikirnya mendengar jawaban dari I Gusti Ngurah Rai. Si malaikat pun kembali ke dunia nyata dengan membuka matanya.
Tadi, pasti telah terjadi nyontek massal, pikirnya. Apa yang dipikirkan oleh si malaikat tidaklah salah, nyontek massal itu memang benar-benar terjadi. Tapi ..., bukankan nyontek itu perbuatan yang salah?, pikirnya lagi. Sekali lagi si malaikat tidaklah salah, apa yang ia pikirkan adalah kebenaran yang nyata. Oh ..., aku mengerti. Kesalahan yang dilakukan mayoritas bukanlah kesalahan, simpulnya.
Pemberontakan jika dilakukan oleh mayoritas bukanlah kesalahan, tapi perjuangan. Penjajahan yang dilakukan oleh negara maju juga bukanlah kesalahan. Kudeta yang dilakukan mayoritas rakyat pada pemimpinnya juga bukanlah kesalahan.
Sedangkan korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat licik adalah kesalahan. Perampokan yang dilakukan oleh seorang preman adalah kesalahan. Menyontek sendiri juga merupakan kesalahan.
Sayap bercahaya milik si malaikat ternodai oleh tinta hitam yang dihujankan oleh dunia padanya.
Pikirannya pun terbang kemana-mana tak terkendali.
Hahaha. Hahahahaha, si malaikat tertawa dalam hatinya. "Hahahahahaha!" tawa si malaikat dengan keras. Teman-teman sekelasnya terkejut dan keheningan pun menguasai kelas.
"L-Putra? Kenapa lu?" tanya salah seorang temannya.
"Ngakk, nggak kok, cuma kepikiran sesuatu yang lucu ..." jawab si malaikat.
"O-oh ...," balas temannya itu.
Sedikit demi sedikit si malaikat pun mulai mengetahui kebenaran. Ia mulai mengerti bahwa di dalam hati manusia ada kegelapan. Terutama pada saat ia mengalami pengalaman buruk itu.
Saat itu, jam pelajaran sedang kosong. Si malaikat pun bosan dan ikut bermain dengan teman sekelasnya. Tak sengaja, teman si malaikat menjatuhkannya, di sana ia pun menerima pelecehan seksual. Celananya di buka dalam kerumunan, kemaluannya diolok-olok, ia sangat malu.
Ia kebingungan apakah ia harus melaporkan kejadian itu ataukah menyembunyikannya. Ia dihadapkan pada dua pilihan yang berat. Pilihan pertama adalah mengorbankan masa depannya dan menyelamatkan pelaku pelecehan tersebut. Pilihan kedua adalah mengorbankan masa depan pelaku pelecehan tersebut dan menyelamatkan masa depannya. Tapi, ia memilih untuk mengorbankan masa depannya. Ia terlalu naif, ia lebih memilih jadi pahlawan ketimbang menyelamatkan dirinya. Kebaikannya lebih mengerikan dari kejahatan terjahat yang pernah dilakukan oleh manusia. Ia tak dapat disebut sebagai manusia lagi melainkan benar-benar seorang malaikat.
Dunia sudah muak dengan kebaikan yang si malaikat itu berikan, selanjutnya dunia memberikan hukuman yang lebih buruk padany. Ketika ia duduk di bangku SMP, si malaikat menjadi korban bully dari teman sekelasnya. Hari demi hari ia lewati, luka fisik dan luka batin semakin ia rasakan.
Sayapnya berubah menjadi hitam, si malaikat tak dapat menjadi pembawa cahaya lagi. Kemudian, pada suatu hari ....
"Wahai kutukan yang berada di dunia ini, selubungilah aku dengan kegelapan dan izinkan aku menjadi kegelapan itu sendiri." ucap si malaikat ketika sedang menyelimuti dirinya di kamarnya sendiri. Tentu ia tidak menganggap bahwa semua yang ia ucapkan akan menjadi kenyataan, hanya saja ia ingin mengutuk dunia, ia ingin mendapat pertolongan, walau dari seorang iblis sekalipun.
Seketika itu ia mendengar bisikan-bisikan.
(*BENCI! BENCI! BENCI! BENCI!*)
"Eh .....," si malaikat ketakutan dengan apa yang sedang ia dengar. Ia pun menutup matanya dan memeluk lututnya.
Kemudian seketika itu ia tiba-tiba berada di tempat yang aneh.
"D-di mana ini?" ucapnya terkejut. Ia seperti berada di perut bumi, cahaya yang menerangi tempat ini hanyalah lava-lava yang panas.
"Selamat datang wahai malaikat ..." ucap seseorang di depannya. Tubuhnya berwarna merah, matanya hitam dengan pupil berwarna putih, giginya bertaring dan tajam, suaranya berat bagaikan trompet raksasa.
"S-Siapa kau?" tanya si malaikat terkejut.
"Aku adalah Satan sang raja iblis."
"S-Satan?"
Sang raja iblis itu pun mendekat ke arah si malaikat.
"Kau, menderita bukan? Kau, telah berada di batasmu bukan?" tanya Satan pada si malaikat tepat di depan wajahnya. Si malaikat mengangguk dengan rasa takut.
"Aku akan memberimu sebuah pilihan ...," ucapnya pada si malaikat.
"P-Pilihan?" tanya si malaikat kebingungan.
"Ya ..., Kau bisa menghukum dunia ini ..." bisik Satan di telinga si malaikat.
Wajah si malaikat tersenyum. Ia berpikir bahwa hal itu yang ia inginkan selama ini.
"Baiklah ..., apa itu ?"
"Aku akan menjadikanmu seorang iblis .... Tusuklah perutmu dengan belati ini dan kau akan berubah menjadi iblis ..." ucap Satan sambil memberikan sebuah belati.
Selama beberapa waktu si malaikat memandangi belati yang berada di tangannya. Lalu tanpa keraguan, si malaikat mengambilnya dan menusukkan belati itu pada perutnya.
"HAAAAAAAA!" si malaikat terkejut dan bangun dari kasurnya. M-mimpi buruk?, pikirnya.
Jam menunjukkan angka enam pagi, kemudian ia keluar dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi.
"Pagi bu ..." sapa si malaikat pada ibunya.
"Pagi ..., sarapannya sudah siap." balas ibunya.
"Iya ..." ucap si malaikat.
Kemudian ia membasuh wajahnya dengan air untuk memperbaiki penglihatannya. Dan ketika ia becermin ..., ia mendapati bahwa wujudnya bukan manusia lagi ....
Sejak saat itu, ia terlibat peperangan dengan penghuni surgawi yaitu malaikat sungguhan. Para iblis memenangkan peperangan di dunia manusia. Segala ingatan dan moral di dunia manusia ditulis ulang oleh aturan yang baru.
=========================


Posted by castrix, Published at 10.17 and have 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar