#11 Kebangkitan Setan

#11 Kebangkitan Setan


Gelap ...
Pikiranku melayang ....
Aku tenggelam. Aku tenggelam.
Tubuhku hanyut dalam kegelapan yang tak berdasar.
Aku pun mendengar suara—
("Hahaha, teruslah tenggelam dan tenggelam! Lalu Aku akan mengambil seluruh tubuhmu!")
Aku mendengar suara bergema di sekitarku.
Tuan ..., kumohon! Selamatkan aku!
Dengan penuh rasa takut aku memohon.
***
"Hmmmm ...."
Aku terbangun dari tidurku yang nyenyak, kali ini aku dapat bangun lebih awal lagi tanpa bantuan Moris. Kurasa ini cukup mengejutkan, mengingat bahwa aku telah melakukan banyak hal tadi malam. Bersama Omorfa tentunya.
Yah ... tapi aku merasa seluruh tubuhku masih pegal-pegal. Tanpa pikir panjang, kuregangkan tubuhku, ku tarik nafas dalam-dalam, dan kujernihkan pikiranku dari segala macam rasa kantukku.
Seketika aku membuka mata, kuamati keadaan di sekitarku, kemudian kupastikan bahwa aku telah benar-benar bangun. Kupandang ke sebelah kiriku, di sana aku melihat Omorfa sedang tertidur pulas dengan wajah yang polos.
*Dub*
Jantungku melompat kencang seketika Omorfa menggenggam tanganku mengigau.
"Omorfa ..."
Dengan lembut aku mengelus rambut hitamnya yang indah.
"Umu ... mmm ... ungu ...." igau Omorfa.
Mungkin ini adalah pagi yang paling membahagiakan dalam hidupku, di sampingku ada seseorang yang aku cintai sejak lama dan ia tak berubah sedikit pun sejak pertama kali kami bertemu.
Ya, mungkin aku bisa bangun pagi seperti ini karena hal tersebut. Dari sudut pandangku, sepertinya saat ini masih pukul dua tiga pagi. Mengingat bahwa sinar matahari masih belum sampai ke ruangan ini.
Aku pun turun dari kasurku, bergegas menuju kamar mandi untuk membasuh wajah.
...
...
Setelah dipikir-pikir, aku ingin mengintip pemandangan malam di luar sana. Kuharap aku bisa merasakan kehangatan ini untuk beberapa saat lagi.
Kubelokkan tubuhku ke arah kiri, kemudian aku berjalan lurus menuju jendela. Ketika berjalan, aku berusaha untuk membuat suara langkah kaki yang pelan agar Omorfa dapat tetap tertidur pulas. Bagaimanapun aku khawatir akan kondisinya setelah semua yang terjadi, jadi aku ingin agar ia dapat beristirahat dengan tenang. Emm, maksudku dengan 'beristirahat dengan tenang' bukan berarti bahwa aku menginginkan kematian Omorfa, tapi aku ingin agar ia dapat memulihkan dirinya. Aku tak tahu apa yang akan terjadi apabila Omorfa meninggal, mungkin aku bisa saja menghancurkan dunia ini dan segala isinya atau melawan tuhan agar dapat menghidupkannya kembali. Tapi semua itu takkan terjadi, karena aku akan melindungi Omorfa dengan seluruh kekuatanku.
Aku pun sampai di depan tirai yang menutupi jendelaku. Entah mengapa, ukuran jendela ini mengingatkanku pada masa saat aku masih merupakan seorang manusia. Bukan karena dahulu aku memiliki jendela yang berukuran sebesar ini, tapi karena dahulu di dalam kamarku tak ada satu pun jendela melainkan sebuah lubang berbentuk kotak yang ditutupi oleh kaca agar cahaya dapat masuk ke dalamnya. Aku pun membuka tirai tersebut dan di sana kudapati——
—Sebuah kegelapan ....
Kegelapan yang menelan apapun ke dalamnya, kegelapan yang memisahkan isi dan luarnya tanpa terkecuali.
—Kotak Pandora
Sebuah sihir segel terkuat yang dimiliki oleh Rafa, salah satu pelayanku. Tapi meskipun pada dasarnya sihir ini adalah untuk menyegel, sihir ini dapat digunakan sebagai pertahanan pula.
Pasti terjadi sesuatu di luar sana, pikirku.
Aku pun memeriksa jam dinding yang terpasang di atas pintu. Di sana aku melihat jarum pendek berada di angka 10. Kemungkinannya berada di antara pukul 10 pagi atau 10 malam, aku harus memastikannya. Aku pun bergegas menuju pintu kamarku, dengan niat membukanya. Dari sini ini—di balik pintu— aku juga dapat melihat kegelapan dari Kotak Pandora yang mengurungku. Tapi dengan kekuatanku ini, aku mungkin dapat memecahkannya dengan mudah.
Aku pun menyentuhkan jari telunjukku pada kegelapan tersebut, tapi—
*Srrt!*
Terdengar suara percikan dari ujung jariku.
"A-apa yang terjadi?!"
Biasanya, seketika aku menyentuh Kotak Pandora, kekuatan sihir yang menyokongnya akan lenyap karena tak mampu menahan kekuatan sihirku. Tapi kali ini, kekuatanku kalah oleh Kotak Pandora.
Aku pun berpikir sejenak, kemudian baru kusadari bahwa kekuatanku sedang melemah.
Aku tak tahu apa alasan yang menyebabkan kekuatanku tiba-tiba melemah seperti ini. Pantas saja sejak tadi tubuhku terasa aneh, aku merasa bahwa tubuhku begitu lemas. Dan ternyata ini penyebabnya. Tapi, jika aku memfokuskan seluruh kekuatanku di kepalan tanganku lalu memukulkannya, aku pasti bisa menghancurkan kegelapan ini.
Aku pun berusaha untuk mengumpulkan kekuatanku dalam kepalan tanganku. Setelah instingku mengatakan 'cukup' aku pun memukul kegelapan yang berada di hadapanku dengan sekuat tenaga.
*Crack*
Terjadi retakan yang cukup besar di (dinding) kegelapan tersebut. Aku pun berusaha untuk terus menekankan kekuatanku padanya.
*Pring*
Dalam sekejap kegelapan itu pun pecah, dan di depanku aku melihat—
***
"..."
Putra tercengang melihat pemandangan yang berada di depan matanya.
"Apa yang terjadi di sini?" tanya Putra.
Dari sudut pandangnya, ia melihat ruangan yang berada di luar kamarnya diliputi oleh aura berwarna ungu. Mulai dari dinding hingga lantai, semuanya terlihat seakan dihalangi oleh sesuatu.
—Kutukan
Pikir Putra.
Yang sedang ia lihat di hadapannya adalah kutukan yang amat sangat kuat. Bahkan untuk Putra yang merupakan pangeran neraka ke 7, kutukan ini memberikan perasaan buruk yang sulit untuk dijelaskan.
Sementara itu para pelayan sedang berusaha untuk menetralkannya. Moris yang memberi instruksi, Dilsiz yang menyuplai energi, dan Rafa yang bertugas untuk memberi perlindungan pada semuanya. Aku juga bisa melihat Lunar yang sedang bekerja keras.
Tapi tiba-tiba—
"Tuan Putra hati-hati! Kutukannya menjalar ke dalam kamar gusti!"
"...—!!"
Terkejut mendengar Moris berteriak, Putra pun langsung mengeluarkan ledakan auranya untuk menjaga Omorfa dari kutukan tersebut.
Sebagian besar kutukan yang mendekati ruangan Putra lenyap bersama kegelapan, namun kutukan tersebut terus menjalar mencoba untuk memasuki ruangan milik Putra.
Selagi Putra menahan kutukan yang mencoba mendekati Omorfa, ia memikirkan cara untuk menghilangkan kutukan ini.
Tak ada pilihan lain ..., pikir Putra.
Dilihat dari tenaga para pelayan yang sudah mulai kelelahan, sepertinya kutukan ini benar-benar sulit untuk dihilangkan. Bahkan Lunar yang memiliki kekuatan untuk menetralkan sihir terlihat kerepotan.
Putra pun meyakinkan dirinya lalu memandang ke arah Moris.
"Moris, lakukan ..." perintah Putra.
Seketika itu mata Moris pun berubah menjadi gelap, kemudian sejumlah aura berwarna hitam mengalir dari seluruh tubuhnya.
Teror menusuk ke dalam hati para pelayan. Ketakutan yang amat sangat dapat mereka rasakan dengan jelas. Iblis, iblis yang sebenarnya, iblis terkuat di antara seluruh bawahan Lucifer dalam kerajaannya. Iblis paling setia yang takkan pernah berkhianat. Iblis yang paling unggul dalam melaksanakan perintah Lucifer.
"Bangunlah Moris!"
Seketika itu seluruh ruangan diselimuti oleh kegelapan. Seakan menghadapi badai pasir, seluruh pelayan yang berada di sana melindungi wajahnya dengan tangan-tangan mereka. Getarannya terasa hingga jauh ke luar. Para hewan berlari ketakutan, para burung terbang menjauh. Orang-orang berlindung tanpa mengetahui apa alasan mereka berlindung. Bersamaan dengannya ... kutukan itu pun lenyap ditelan kegelapan.
Dan di sana berdirilah seorang wanita yang amat cantik. Seluruh tubuhnya dipenuhi oleh baju zirah berwarna hitam dengan corak-corak keemasan. Di pinggangnya menggantung sebuah pedang berwarna hitam. Di kepalanya terdapat tanduk berwarna hitam pula.
Pupil matanya menyala berwarna keemasan. Di sekitar warna keemasan itu terdapat kegelapan yang begitu dalam.
Auranya luar biasa dapat dirasakan oleh siapa pun yang berada di sana. Ia adalah Moris yang sebenarnya. Di dunia iblis ia dijuluki sebagai 'ratu penghancur'. Dua tahun yang lalu ia pernah menghancurkan delapan legion milik Bael dengan seorang diri.
Bumi pun bergemuruh, ia takut akan kehadiran Moris.
"Sudah cukup Moris ..." ucap Putra.
Seketika itu Moris pun kembali menjadi bentuk manusianya yang mengenakan pakaian pelayan. Bersamaan dengannya, bumi berhenti bergemuruh.
Putra mengalihkan pandangannya ke belakang memeriksa kondisi Omorfa.
Syukurlah, ia masih tertidur pulas, gumam Putra dalam hatinya.
***
Seluruh perabotan telah diperbaiki, Omorfa pun sudah bangun dari tidurnya.
Saat ini Omorfa dibantu dengan para pelayan Putra sedang membuat sarapan. Biasanya pekerjaan ini dilakukan oleh Lina, tapi karena ia diculik jadi tidak ada pilihan lain. Terlebih lagi ini adalah permintaan langsung dari Omorfa, 'aku ingin mencoba memasak!' katanya.
Sementara Putra menunggu sarapan selesai, ia mendengarkan laporan Moris tentang kejadian semalam.
"Ini buruk ..." gumam Putra.
Dengan kekuatanku sekarang, aku bahkan tak dapat merasakan keberadaan Lina.
"Baiklah, aku akan mengirim Purson untuk mencarinya."
Jika itu Purson, ia pasti dapat menemukannya. Ia adalah iblis yang mengetahui tentang seluk-beluk dunia ini. Ia bahkan mengetahui hal-hal hingga ke dasar lautan. Sebelum menjadi bawahan Putra, ia sering melakukan kontrak dengan manusia untuk mencari harta karun, namun sekarang ia telah menjadi pelayan setia Lucifer.
Di sisi lain Putra sedang memikirkan penyebab kekuatannya melemah. Ia belum menceritakannya pada siapa pun kecuali Moris. Bagaimanapun kehidupan di dunia iblis itu sangatlah sulit, karena kekuasaan ditentukan oleh kekuatan. Jika saja ada pelayannya yang lain—terutama mantan pengikut iblis lain— mengetahuinya, mungkin kerajaan Lucifer akan menjadi sasaran empuk bagi mereka.
Memang, di pihaknya ia memiliki Moris. Namun Putra tetap merasa khawatir jika melawan musuh dalam jumlah yang banyak.
Untuk saat ini ia merahasiakannya dari pelayan-pelayan yang lain.
Tapi tetap saja, cepat atau lambat mereka pasti akan mengetahuinya. Putra pun memikirkan cara agar kekuatannya dapat pulih.
"Tuan ... sepertinya saya memiliki sebuah ide ...." ucap Moris.
Putra pun mengalihkan pandangannya ke wajah Moris.
"Bagaimana? Coba katakan ...." ucap Putra dengan serius.
"Aku mungkin bisa memijat anda gusti ..." ucap Moris.
Memijat, memijat di sini artinya adalah transfer energi. Dengan menyatukan tubuh satu-sama lain, lalu menyatukan hati dan pikiran. Saluran energi akan terbuka.
"Hooo, transfer energi ya ..."
Putra mengangguk-nganggukkan kepalanya.
"Tapi ..."
Ucap moris dengan wajah memerah ....
"Tapi apa?" tanya Putra heran.
"Sambil telanjang ...." tambah Moris.
"...."
Putra pun terdiam. Seketika itu ia teringatkan pada seseorang ...
"Jangan-jangan ... kamu dapet ide dari Dipsa ...?"
Dipsa, seorang iblis Scubbus yang telah hidup selama jutaan tahun. Dahulu ia adalah budak milik Bael, namun Putra memintanya setelah ia memenangkan peperangan.
"Dulu saya pernah bertanya padanya tentang hal-hal seperti ini dan ia menyarankan pada saya metode pijat ini ...."
Putra teringatkan kembali pada saat ia memeluk Omorfa di bawah pohon beringin untuk mentransfer aura. Pada saat itu, ia juga meminta nasihat pada Dipsa untuk menolong Omorfa dari 'hukuman dunia'.
"Hmm, begitu ya .... kurasa tak ada salahnya mencoba."
***
"Huh di mana ini???" gumam Trelis.
Ketika matanya terbuka, ia tiba-tiba berada di ruangan serba putih. Ia sedang duduk di sebuah kursi sambil bersandar ke tubuh seorang perempuan yang terbaring dengan lemah.
Kesadarannya pun kembali, ia pun menyadari bahwa dirinya sedang berada di kamar rawat adiknya.
"Apa yang terjadi ...?"
Ia tak mengingat apapun, ia tak ingat bagaimana dirinya bisa berada di tempat ini. Yang ia ingat hanyalah beberapa kejadian sepulang sekolah.
("Hahaha, Jadi kau sudah bangun ya ...")
Ia mendengar suara bergema di telinganya. Kemudian di sampingnya muncul bayangan berwarna ungu dengan topeng berwarna putih.
("Kau lagi! Apa yang kau inginkan dariku!")
("Ah ... jangan marah-marah seperti itu .... Diamlah dan lihat apa yang akan terjadi ....") balas bayangan tersebut.
*tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit*
Tiba-tiba ia mendengar suara nyaring menusuk telinganya. Ia pun mengalihkan pandangannya ke asal suara tersebut dan mendapati sebuah garis tergambar di mesin detektor jantung.
"T-tyflos ..."
Trelis terbelalak melihat garis tersebut. Ia tak mampu berkata apapun. Tubuhnya membeku bagaikan es.
Detak jantungnya meninggi, nafasnya berubah tak beraturan, keringat dingin keluar dari keningnya. Kemudian ia mencoba meletakkan tangannya di dada adiknya untuk memeriksa detak jantungya, dan di sana ia mendapati bahwa—
"TYFLOS ...!!!!"
Detak jantung adiknya berhenti. Dadanya berhenti bernafas. Tubuhnya menjadi dingin.
Seketika itu Trelis langsung pergi keluar ruangan untuk mencari pertolongan.
"Suster! Adik saya!" ucapnya seketika menemukan beberapa suster sedang berjalan di koridor.
Para suster itu pun langsung masuk ke dalam kamar rawat adik Trelis. Dengan sigap mereka mengambil alat pacu jantung lalu menggunakannya pada tubuh adik Trelis. Mereka meminta Trelis untuk menunggu di luar.
Trelis pun duduk di sebuah kursi yang berada di luar kamar rawat adik Trelis. Ia menunggu dengan tubuh gemetar.
Aku mohon ... aku mohon bertahanlah Tyflos....
Ia menyilangkan jari-jarinya untuk menenangkan dirinya. Sambil melakukan itu ia berdoa akan keselamatan adiknya.
("Pada siapa kau berdoa ....?")
Ia mendegar suara bergema lagi ....
("Pada siapa katamu? Tentu saja pada tuhan!") jawab Trelis.
("Ya, ya ... terserah padamu ....")
Gema suara itu pun berhenti.
Trelis melanjutkan doanya. Tubuhnya masih bergetar ketakutan. Detak jantungnya masih tinggi. Keringat dingin semakin membasahi pakaiannya.
Beberapa menit pun berlalu, kemudian seorang suster membuka pintu kamar rawat adiknya.
Trelis pun mengalihkan pandangannya pada wajah suster tersebut. Terlihat ekspresi panik yang amal luar biasa seakan mengatakan "bagaimana dengan adikku?".
Melihat ekspresi Trelis yang seperti itu, suster itu pun menggelengkan kepalanya dengan berat hati.
"Tyflos!"
Dengan mata berkaca-kaca Trelis langsung berlari menerobos kamar rawat adiknya. Ia pun langsung memegang tubuh adiknya yang dingin dengan kedua tangannya.
"Tyflos ... bangunlah sayang ... jangan tinggalkan kakak sendirian ...."
Air mata mengalir ke pipinya, ia merasa seakan sesuatu ditusukkan ke dalam dadanya
Sakit, sakit, sakit, Trelis berteriak dalam hatinya, ia merasa tak tahan dengan rasa sakit ini.
"Ayolah Tyflos .... buka matamu sayang ...." ucap Trelis sekali lagi.
Tyflos tidak menjawab, ia begitu dingin layaknya seekor boneka tanpa nyawa.
"HAAAAAAAAAAAAA!"
Trelis membenamkan wajahnya pada tubuh Tyflos. Ia berteriak sekuat-kuatnya, ia menangis sederas-derasnya, ia mencoba untuk meluapkan seluruh kesedihannya.
("Sudah kubilang kan ...")
Suara bergema itu kembali lagi.
("Ia takkan pernah bangun lagi ....")
"Diam kau! Diam kau! Diam kau!"
Mengapa! Mengapa ini semua harus menimpamu! Mengapa?
Apa salahnya? Apa kesalahan yang dibuat olehnya?
Tuhan! Katakan padaku! Mengapa?!!!!
("Tentu saja karena orang itu ...")
Terdengar suara bergema lagi di telinganya.
("Andaikan ia mengabulkan permintaanmu, sekarang ia pasti masih hidup.")
Ucapnya lagi.
Seketika itu Trelis berpikir ...
Ya, ia benar ... ini semua salahnya, ini semua salahnya ....
Dalam kesedihannya ia tak mampu berfikir rasional lagi. Hatinya terluka, hatinya terluka, saat ini pikirannya begitu rapuh.
Andai saja, andai saja ia mengabulkan permintaanku waktu itu ....
("Ya, kau benar ....")
"IA PASTI MASIH DI SINI!!"
("Bencilah! Bencilah dia!")
Benci, benci, benci, benci, benci ...
Trelis menangis lebih dalam dari, muncul rasa benci dalam dirinya pada sosok Lucifer yang telah menolak permintaannya.
("Ya! Ya! Tenggelamlah ke dalam kebencian!")
"Anjing! Anjing! Anjing! Anjing! Anjing!"
("Terus! Teruslah seperti itu! Lalu aku akan membalaskan dendammu!)
"LUCIFER!!!!!!!!!!!!"
"HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!"
Seketika itu aura berwarna ungu keluar dari tubuh Trelis, matanya berubah menjadi merah, gigi taringnya memanjang, kemudian rambutnya berubah menjadi warna putih.
"HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!"
*Sring*
—Sebuah kepala jatuh ke lantai.
Kepala itu menggelinding dan berhenti tepat di bahwah seorang suster yang sedang berdiri.
"AAAAAAAAAAAAA!" teriak histeris seorang suster.
*Sring*
—Beberapa kepala jatuh ke lantai.
Darah mengalir di lantai putih rumah sakit. Dalam sekejap kamar rawat tersebut dipenuhi oleh warna merah darah.
"Grrr ..."
Dengan tangan berlumuran darah, Trelis pun keluar dari kamar tersebut. Seketika itu ia ....
—Membantai setiap orang yang ditemuinya ....
=========================

Posted by castrix, Published at 02.51 and have 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar