#3 Untuk Menyelamatkannya

#3 Untuk Menyelamatkannya


Aku merasakan sesuatu di belakangku. Ia memelukku dengan erat hingga kehangatannya menyentuh permukaan kulitku. Aku berbalik, kuhentikan kapak pelayanku lalu berbalik.
Tidak salah lagi, ia adalah Omorfa. Rambut hitamnya yang panjang terurai dan matanya yang berwarna biru adalah ciri khasnya yang membuatku terpana.
Tetapi, aku melihat sesuatu yang lain dalam dirinya. Dari tubuhnya terpancar aura yang berwarna keemasan. Tidak salah lagi ..., aura yang ia miliki adalah aura milik seorang malaikat. Kebaikannya telah melampaui batas dan membuatnya akan segera menerima 'hukuman dunia' seperti yang aku rasakan beberapa tahun yang lalu.
Tentu saja, dari sekian banyak orang yang ada di dunia ini. Dari tujuh miliar manusia yang berada di dunia ini. Setidaknya aku tak ingin dunia menodai sayapnya.
Aku ingin menyelamatkannya. Aku akan melakukan apapun untuk menyelamatkannya.
Kemudian aku menarik lengannya dan membawanya keluar kelas.
"T-tunggu Putra ...." ujarnya terkejut karena sikapku yang berubah tiba-tiba.
Setelah melewati pintu kelas dan berjalan menuruni tangga ke arah barat, kami sampai di depan toilet. Di sana tertera label 'perempuan', tapi aku menghiraukannya dan menerobos masuk.
"Kya..~" teriak seseorang.
Persetan, pikirku.
Aku pun mengantarkan Omorfa ke sebuah cermin.
"Lihatlah dirimu Omorfa." ucapku pada Omorfa.
Kemudian Omorfa berdiri di depan cermin dan memerhatikan dirinya dengan seksama.
"C-cahaya apa ini ...?" gumam Omorfa dengan suara yang masih bisa terdengar jelas.
"Itu adalah cahaya seorang malaikat ..." balasku padanya.
Omorfa berbalik padaku.
"Lalu, apa maksudnya ...?" tanya Omorfa padaku.
Ketika aku hendak menjawab, tiba-tiba dari belakang datang seseorang berteriak-teriak.
"Pak guru, liat tuh ada cowok masuk ..." ritihnya.
Di sana kulihat seorang pak guru dan seorang wanita yang sedang menunjukku.
Aku menatap mata si pak guru dengan sinis.
"Hah, apa maumu ..." ucapku dengan tatapan dingin.
"Anu ..., tuan Putra. Ini toilet perempuan." balasnya dengan sopan. Dari raut wajahnya aku dapat melihat ketakutan namun sekaligus ia berusaha mempertahankan kehormatannya sebagai seorang guru. Yah, aku suka dengan orang seperti itu, jadi aku memutuskan untuk mengikuti perkataannya.
"Tch ...," aku mendecakkan lidah. Kemudian aku menarik lengan Omorfa sekali lagi dan membawanya keluar toilet.
Sekarang, sebaiknya aku membawa Omorfa ke mana ya ...? Jika ini jam belajar, sepertinya taman adalah tempat yang cocok untuk membicarakan hal penting.
Kulalui lorong panjang yang langsung menghubungkan kami dengan taman. Lantainya dihiasi dengan warna putih, sedangkan tinggi atapnya tidak lebih dari tiga meter. Cahaya matahari terhalangi olehnya, angin sepoi-sepoi mewarnai langkah kami.
Setelah melewati lorong itu. Aku pun disambut dengan teriknya sinar mentari, kemudian aku membawa Omorfa ke bawah pohon beringin dan memojokkan badanya di sana.
Punggung Omorfa bersandar ke batang pohon sedangkan tangan kananku berada di samping kepalanya menjaganya agar ia tak pergi ke manapun. Kemudian aku mendekatkan wajahku di depannya, jarak kami begitu dekat hingga aku dapat mencium bau parfum yang ia gunakan.
Ia memang benar-benar cantik, tak pernah kulihat wajahnya sedekat ini.
"......"
Omorfa terkejut karena wajah kami saling berdekatan. Bahkan bisa dikatakan terlalu dekat.
"Hei Omorfa ...," ucapku dengan pelan.
"A-apa???" balasnya dengan wajah merah merona.
"Maukah kau menjadi seorang iblis ...?" tanyaku padanya.
Aku tak tahu harus berdo'a pada siapa, kuharap aura gelapku sudah cukup untuk menjaganya dari campur tangan 'sang takdir'.
Seketika itu Omorfa terdiam berpikir sejenak. Raut wajahnya mengatakan 'ooh, jadi itu yang ingin kau katakan' disertai sedikit rasa kecewa.
"Maaf, aku tidak mau ..." jawabnya dengan lembut.
Sudah kuduga ..., ia pasti akan menjawabnya seperti itu. Menjadi seorang iblis adalah satu-satunya hal yang paling tak ia inginkan. Mimpinya adalah untuk menjadi seorang ahli fisika. Sedangkan bila ia menjadi seorang iblis, seluruh cara pandangnya selama ini akan berubah.
Seketika itu perasaanku hancur. Keputusasaan mengisi celah hatiku. Sebenarnya, apa yang harus kulakukan saat ini? Jika aku memaksanya menjadi seorang iblis, itu bukanlah ide yang bagus. Mungkin ia akan berakhir menjadi setan ....
Dan bila itu terjadi, ia tidak lebih dari seorang yang berjiwa jahat dan menjadi budak 'penyeimbang' takdir. Seperti yang kita ketahui, di dunia ini ada kebaikan dan kejahatan. Para setan menjadi anjing-anjing takdir untuk menyeimbangkan dunia, walaupun begitu mereka hanya digunakan sekali pakai. Kami para iblis sering menggunakan mereka untuk tujuan-tujuan kotor. Yah, bisa dibilang bahwa para setan tak lain dari sekedar sampah.
"Putra ...?" ucap Omorfa dengan pelan, karena melihatku tiba-tiba diam. Tapi aku mengerti apa yang ia maksud, ia menanyakan padaku 'Ada apa denganmu?'.
Entah bagaimana raut wajah yang aku perlihatkan saat itu. Mungkin itu adalah kedua kalinya aku menunjukkan wajah sedih di depannya.
Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana caraku untuk menyelamatkannya?
"Kau tahu Omorfa ..." ucapku dengan pelan ....
Entah mengapa ..., aku merasa bahwa aku ingin mengungkapkan perasaanku.
"Sejak pertama kali aku melihatmu ..."
Aku menatap wajah Omorfa .... Dari sana kulihat cahaya emasnya semakin terang.
"...—!" jantungku melompat seketika melihatnya.
Apa yang harus aku lakukan? Jika ini dibiarkan, akan ada hal buruk yang menimpanya. Bahkan bukan hanya kepadanya, melainkan pada keluarga dan kerabat dekatnya. Cahaya emas itu akan mempengaruhi segala sesuatu di dunia ini.
Tak ada waktu untuk berpikir ..., aku harus segera mendatangi Satan.
Kemudian aku menutup kelopak mata ku.
***
Aku tiba di dunia ini lagi ....
Langit yang berwarna merah, awan-awan yang berwarna abu, dan bulan merah yang menggantung di langit sana, mengingatkanku pada saat pertama kali aku datang ke tempat ini. Di hadapanku ada sebuah istana yang megah. Dinding-dindingnya di desain dengan ukiran-ukiran tengkorak manusia.
Kemudian aku membuka pintu yang tak kalah besarnya. Aku masuk ke dalam pintu itu, di dalamnya adalah sebuah lorong yang sangat luas. Aku pun meneruskan langkahku menuju lantai teratas. Meskipun aku terburu-buru, tapi aku tak dapat berlari. Aku harus tetap menjaga wibawa ku sebagai seorang iblis tingkat atas.
Aku pun sampai di depan ruangan milik Satan, kemudian aku membuka pintunya.
"Oh ..., Lucifer ...." sapa seseorang di depan sana. Suaranya bergitu besar dan berwibawa, membuat siapa pun akan tunduk padanya.
"Lama tak berjumpa, ayah ...." ucapku sambil menunduk dengan sopan, aku menekuk kakiku dan menyilangkan tangan kananku ke dadaku.
"Kali ini, apa yang membawamu kemari ...?" tanyanya padaku.
"Aku ingin menanyakan satu hal ..." balasku.
"Katakan padaku ..." ucapnya mendengar perkataanku.
Kemudian aku berdiri dan menceritakan tentang Omorfa. Aku mengatakan padanya bahwa aura milik Omorfa telah menjadi emas, ia telah sampai di titik seorang malaikat. Aku juga mengatakan bahwa aku ingin menyelamatkannya, tapi ia tak ingin menjadi seorang iblis. Kemudian, aku bertanya padanya apa yang bisa aku lakukan untuk menyelamatkannya.
"Hmm ..., masalah yang cukup merepotkan." ucap Satan setelah mendengar ceritaku.
"Lalu, apa yang dapat kulakukan?" tanyaku padanya.
Satan pun terdiam sejenak selagi berpikir.
"Ada satu hal ...," ucapnya sambil menunjukkan angka satu dengan jarinya. "kau harus menodainya." tambahnya.
Menodai nya??
Aku terdiam mencoba mencerna ucapannya.
"Kurasa ..., seperti memeluknya dan hal-hal semacam itu, dan akan lebih bagus jika kau mengeluarkan emosinya. Baik itu marah, sedih, malu, dan semacamnya. Jika kau tak dapat melakukan itu, kau dapat memegang tangannya untuk beberapa waktu. Tapi itu tidaklah cukup." jelasnya padaku.
Hmm ..., begitu ya .... Untuk sementara waktu, aku dapat menyelamatkannya dengan menodainya—menodai auranya. Hal itu dapat dilakukan dengan kontak fisik dan semacamnya. Semakin tinggi level kontak fisik yang aku berikan padanya, semakin kuat pula aura hitam yang aku berikan padanya.
Tapi ..., bukankah itu pelecehan seksual ...?
Aku takut bila nanti ia akan membenciku ....
Tapi, ini semua demi kebaikannya. Aku akan melakukan apapun untuknya.
Kemudian aku menunduk pada Satan dan memberi salam perpisahan. Aku pun kembali ke dunia manusia.
***
"Putra ...?" tanya Omorfa di depanku. Aku dapat mendengar suaranya dengan jelas.
Entah sudah berapa lama aku pergi dari dunia ini, tapi sepertinya itu cukup untuk membuatnya khawatir.
Kemudian aku membuka mataku lalu menatap wajah Omorfa.
"Kamu ga apa-apa kan ...?" tanyanya padaku.
Aku menghiraukan pertanyaannya. Aku tak punya waktu untuk membalas pertanyaannya. Aku harus mempersiapkan keberanianku untuk menghadapi suatu hal yang akan terjadi nanti.
Jantungku berdebar debar, udara di luar terasa panas. Aku mengepalkan tanganku bersiap untuk kemungkinan yang terburuk.
Lalu ..., dengan tiba-tiba aku memeluk tubuh Omorfa.
"P-P-P-P-P-Putra ...........??? A-apa yang kau lakukan??"
Entah mengapa, Omorfa tak melawan pelukanku. Jika aku melihatnya dari sinetron, tidak salah lagi, mungkin aku sudah ditampar olehnya.
"Diamlah Omorfa," bisikku tepat di telinga Omorfa. Aku mencoba untuk tetap bersikap tenang di depannya walaupun jantungku mengatakan hal sebaliknya. "aku pasti akan menyelamatkanmu".
Bisikanku cukup untuk membuat Omorfa melemas seketika.
Maaf aku harus melakukan ini ....
Aku meniup telinga Omorfa mengikuti arahan dari Scubbus-ku yang selama ini sedang berkomunikasi denganku lewat telepati.
Aku pun mempererat pelukanku dan mendekatkan hidungku ke depan telinganya. Aku membuat Omorfa dapat mendengar tarikan nafasku.
"Ah-..., Putra ...." lengan Omorfa berada di punggungku. Aku dapat merasakan cengkramannya dengar erat di seragam ku. "Jangat terlalu kasar ...."
Pelukanku begitu erat hingga aku dapat merasakan kehangatan di antara kami berdua. Aku bisa merasakan dengan jelas detak jantung Omorfa yang begitu cepat, detak jantungku pun tak kalah cepatnya dengan milik Omorfa, aku heran apakah ia bisa merasakannya juga.
Nafasnya yang terengah-engah dapat kurasakan dengan jelas di telingaku. Yah, kurasa ini tidak buruk juga .... Sebuah kebahagiaan dapat memeluk seseorang yang kau cintai.
Aura hitamku secara perlahan mengisi tubuh Omorfa. Sedikit lagi, mungkin aku dapat mempertahankan aura hitam itu selama satu hari di tubuhnya.
"Ah ..." cengkraman tangan Omorfa semakin erat di punggungku.
Aku heran, apakah transfer aura juga dapat mempengaruhi emosi ???
{"Kerja bagus, gusti!"} ucap scubbus ku dalam pikiranku.
Dari sini dapat kulihat wajah Omorfa yang semakin merah merona, keringat keluar dari pori-pori kulitnya. Ya, aku mengerti, hal seperti ini memang tidak cocok dilakukan di siang hari. Terima kasih pada pohon beringin yang telah memberikan sedikit kesejukan bagi kami.
"Aku mencintaimu Omorfa ..." bisikku padanya sekali lagi.
Saat itu, aku tak tahu apakah ia mendengar perkataanku atau tidak. Ia tak berbicara apapun selain mengeluarkan suara-suara aneh.
Begitu hangat ..., andaikan saat-saat seperti ini dapat berlangsung selamanya ....
Sangat bohong bila aku mengatakan bahwa aku tak menginginkannya. Tapi ..., jika aku meneruskannya lebih lama lagi, mungkin hal yang tak kuinginkan akan terjadi.
Kemudian, setelah aura hitamku bercampur dengan aura emasnya, aku melepaskan pelukanku.
Seketika itu Omorfa terjatuh ke tanah dengan nafas yang terengah-engah. Wajahnya masih merah merona bagaikan seseorang yang sedang demam.
"Dengan begini, kau akan baik-baik saja ..."
Tapi ..., melihat tubuhnya yang terlihat lemas membuatku sedikit khawatir ....
"A-apa, aku kelewatan ya ...?" gumamku.
Tanpa pikir panjang, aku menggendong Omorfa dengan kedua tanganku. Tubuhnya benar-benar ringan, aku bahkan tak perlu mengeluarkan banyak tenaga apalagi menggunakan 'wujud asli'ku untuk menggendongnya. Yah, walaupun menggunakan wujud asli ku termasuk 'kelewatan'. Aku bahkan dapat menghancurkan sebuah gedung dengan satu jentikkan.
Setelah itu, aku bergegas menuju 'ruangan khusus'ku dan membaringkannya di atas kasurku. Aku memastikan agar ia dapat beristirahat dengan tenang.
Oh iya, aku juga harus menghubungi keluarganya ....
*Tut*Tut*Tut*
Tak ada jawaban dari balik sana ..., aku pun merasakan firasat buruk.
========================


Posted by castrix, Published at 02.47 and have 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar