#7 Mawar Berdarah

#7 Mawar Berdarah


Omorfa terlelap dalam tidurnya. Kedua matanya tertutup rapat, paru-parunya naik turun dengan perlahan, tanda bahwa ia baik-baik saja.
"OmOrFA ..."
"....—!"
Omorfa pun terbangun dari tidurnya, lalu mendapati sebuah tengkorak raksasa sedang terlelap di sisinya. Omorfa meyakinkan dirinya bahwa ia masih mengigau, ia pun kemudian mengusap kedua matanya dan mendapati Putra sedang tertidur pulas sambil menggengam lengan kirinya dengan erat.
Aku pasti kelelahan, pikir Omorfa selagi ia membelai rambut hitam milik Putra.
Tanpa disangka-sangka, Putra terbangunkan oleh belaian yang Omorfa berikan padanya.
"Ah ... kamu udah bangun ya, Omorfa." Ucap Putra.
Omorfa tersenyum, lalu mengusap kedua mata Putra bagaikan sepasang kekasih yang seharusnya.
Putra tidak melawan, ia membiarkan Omorfa mengusap kedua matanya. Bagaimanapun, Putra merasa senang dapat berduaan seperti ini.
"Ngomong-ngomong, Putra ..." ucap Omorfa mengawali pembicaraan.
"Apa ...?" balas Putra dengan pelan karena sedang menikmati pijatan yang diberikan Omorfa.
"Hmm ... gak jadi deh ...."
"Apa sih? kasih tau dong ..."
"Gak, Gak. Mungkin cuma perasaanku aja."
Omorfa melanjutkan pijatannya ke kepala Putra.
"Ga apa-apa kok, kasih tau aja ...."
Kemudian Omorfa berpikir sejenak ....
"Kamu inget kan kemarin ...?"
"Ya ..."
"Jadi, kemarin itu Mila bilang 'Marah! Marahlah!'"
"'Marah'?"
Putra pun ikut memikirkan apa maksud dari perkataan teman Omorfa tersebut.
"Ah ... tapi mungkin itu hanya imajinasiku saja. Tidak perlu dipikirkan." Ucap Omorfa sambil tersenyum.
"O-oke ..."
Putra mengikuti perkataan Omorfa dan berhenti memikirkannya.
Mereka pun beranjak dari posisi mereka dan pergi menuju dua kamar mandi yang terpisah. Seketika itu muncul konflik batin di dalam hati Putra.
Arrgh, aku pengen liat. Aku pengen liat sesuatu di balik tembok ini, pikir Putra.
Kemampuannya sebagai seorang pangeran neraka tak dapat dianggap remeh. Melihat tembus pandang melewati dinding adalah perkara mudah. Yah, walaupun Putra harus mengeluarkan sejumlah aura negatif untuk melakukannya. Omorfa pun pasti akan menyadarinya.
Mengingat bahwa ia mungkin dapat membuat Omorfa marah, Putra pun mengurungkan niatnya. Ia pun mandi dibantu oleh Moris.
***
Mereka berdua selesai mandi, kemudian bergegas menuju ruang makan setelah menggunakan seragam mereka.
"Hmm, sekarang sama ikan asin ya ... Whoa! Ada sayur bayamnya juga ..." ucap Omorfa.
"Hari ini kita makan yang biasa-biasa aja ..." ucap Putra sambil tersenyum.
"Iya!" balas Omorfa dengan penuh antusias ....
Setelah selesai sarapan, mereka berdua menaiki mobil pribadi menuju sekolah. Sejak saat itu, Putra tak pernah berniat untuk menaiki kendaraan umum lagi. Ia juga telah menyiagakan satu unit helikopter di sekolah.
"Hoaam" Putra masih mengantuk. "Oh iya, Omorfa," ucap Putra memulai pembicaraan.
"Hm ...?"
"Kalau kamu gak mau jadi iblis, kenapa ga kita bikin kontrak aja?"
"Kontrak?" Omorfa kebingungan.
"Eh, gak jadi deh ...."
Omorfa tidak bertanya lebih jauh. Ia hanya mengangguk mendengar ucapan Putra. Mungkin ia paham bahwa Putra tidak ingin membahasnya.
Di dalam mobil, ada sebuah TV yang menyiarkan sesuatu.
["Hari ini, sebuah mayat wanita telah ditemukan tanpa luka di tepi sungai Cimanuk. Saat ini kami sedang mengikuti mayat tersebut ke ruangan autopsi."]
'Hmm? Pembunuhan lagi?', pikir Putra.
"Akhir-akhir Garut bahaya ya ..."
Seperti yang Omorfa katakan, akhir-akhir ini banyak kejadian buruk di sekitar mereka. Beberapa hari yang lalu ada pembunuhan yang melibatkan dua orang gadis perawan, kemudian kemarin ada sebuah penculikan. Dan kali ini ... ada pembunuhan lagi.
Putra sudah yakin bahwa ia telah membereskan pembunuh yang sebelumnya. Itu berarti bahwa pembunuhan kali ini dilakukan oleh orang yang berbeda.
Tapi bila melihat dari kondisi mayat yang tak memiliki luka seperti itu, Putra menyimpulkan bahwa kali ini pembunuhnya bukanlah seorang manusia.
Sebenarnya, di dunia ini banyak terdapat makhluk-makhluk supernatural lain seperti vampir dan siluman. Tapi biasanya makhluk-makhluk tersebut hanya diam dan tak melakukan hal seperti ini.
Di antara makhluk-makhluk yang dapat menyerap energi kehidupan adalah roh vampir, vampir, dan siluman. Mungkin salah satu dari mereka yang melakukannya, hal ini akan membuat masalahnya menjadi lebih merepotkan ketimbang berurusan dengan manusia.
"Putra, kamu masih ngantuk??" tanya Omorfa melihat wajah Putra yang terlihat lelah.
"Sini ..."
Omorfa menunjuk ke arah pahanya, meminta Putra untuk membaringkan tubuhnya.
Tanpa pikir panjang, Putra pun berbaring menyamping dengan paha Omorfa sebagai bantalannya. Seketika itu ... Putra kembali tertidur pulas ....
***
"Putra, kita udah nyampe ...." ucap Omorfa sambil menggoyang-goyang tubuh Putra.
"O-oh ..." Putra pun bangun dari tidurnya, lalu membiarkan Omorfa mengusap kedua matanya lagi.
Setelah mereka berdua siap, mereka pun keluar dari mobil yang mereka tunggangi. Putra pun menarik nafas dalam-dalam untuk meringankan pikirannya. Setelah merasa siap, mereka berdua berjalan menuju kelas sambil bergandengan tangan.
"Oh iya Putra, ngomong-ngomong kondisi Mila gimana??" tanya Omorfa.
"Hmm ... dia lagi dirawat di rumah sakit. Tulang rusuknya patah."
"Ooh ... syukurlah."
"Emangnya kenapa??":
"Gak, aku cuma khawatir aja ..."
Untuuung, dia masih hidup. Kalo kemarin kebunuh bisa berabe, pikir Putra.
Hampir saja amarah Putra menguasai dirinya dan membuatnya hampir membunuh Mila. Tapi, entah bagaimana, Putra berhasil mengatasi rasa amarahnya.
Hmm... tapi amarah??
"Hmmm, ada apa Putra?" tanya Omorfa seketika melihat raut wajah Putra yang aneh.
"Hahaha, gak. Bukan apa-apa kok ...."
Mereka berdua pun sampai di depan kelas, kali ini Putra mencium bau darah lagi meski hanya sekilas.
"Bau bangkai ya ..." ucap Omorfa secara tiba-tiba membuat Putra terkejut.
"Eh ... apa? Apa aku salah ngomong ...?"
"Kalo sekarang masih bau gak?" tanya Putra memastikan.
"Hmm ... aneh, sekarang udah gak bau." jawab Omorfa sambil memegang bibirnya.
Plok, Omorfa menepukkan kedua tangannya.
"Ah, mungkin cuma perasaanku aja ..."
Mereka berdua pun masuk ke dalam kelas.
Di sana, mereka menempatkan tas mereka di bangku yang sama. Teman sebangku Putra tidak keberatan akan hal tersebut, ia dengan senang hati memberikan tempat duduknya pada Omorfa.
"Tangan, hati-hati tangannya dijaga ..." celetuk Chopat ke arah Putra.
Putra hanya bisa tersenyum kecut.
Setelah mereka menyimpan tas mereka, mereka pun berpisah menuju kerumunan sesama jenisnya.
Putra menuju bangku Trelis, sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu.
"Oi, ada apa Chopat?" tanya Putra.
"Ini, si Trelis juga punya pacar baru ..."
"Wuih, siapa tuh?"
"Sheyn, dari kelas IPA 5"
"Srius lu Trelis?" tanya Putra pada Trelis langsung.
"I-iya ..." jawab Trelis dengan senyuman palsu.
Eh, apa-apaan itu?, tanya Putra dalam hatinya.
Putra menyimpulkan bahwa Trelis masih cukup kesulitan berbicara padanya.
Memang, Trelis memang berwajah tampan. Tapi jika dipikirkan dua kali, cukup aneh bila ia mendapatkan pacar dalam waktu singkat walaupun ia baru pindah ke sekolah ini. Yah, tapi itu bukan masalah serius, Putra pun mengabaikan fakta tersebut.
Bel masuk pun berbunyi, tanda jam pelajaran akan di mulai.
***
—Jam istirahat
"Trelis!!" ucap seseorang dari luar kelas.
Dia adalah Sheyn, perempuan paling cantik kedua di angkatan ini setelah Omorfa. Para laki-laki sering membicarakannya, karena ia ahli dalam bidang olah raga. Dari sana ia terlihat sedang memanggil-manggil Trelis.
Trelis pun bangkit dari kursinya, lalu berjalan ke arah Sheyn.
Setelah mereka berdua bertemu, mereka pun langsung pergi menuju gudang olahraga yang sepi ....
"Tuan ... minumlah darahku! Minumlah darahku! Aku tidak tahan lagi!" ucap Sheyn pada Trelis selagi membuka seragamnya.
Jiwa laki-laki Trelis pun terusik, membuatnya langsung mendorong Sheyn jatuh ke lantai.
"Ah ... tuuan, cepatlah."
Kemudian Trelis mengeluarkan taring dari mulutnya. Matanya berubah menjadi warna merah. Lalu ia menggigit leher Sheyn.
"Ahhh~! Ambilah! Lakukan semaumu tuan ...."
*Slurp*Slurp*
Trelis memperkuat gigitannya.
"Ahhhhh ...! Jika kau kasar seperti itu ... aku akan—"
*Slurp*Slurp*
"A-aku, aku tak dapat menahannya lagi ...—"
Trelis mengabaikan ucapan Sheyn dan terus menghisap darah dari leher Sheyn dengan kasar.
"HMM!"
Trelis memperkuat hisapannya. Saat itu, ia sedang kesal ketika memikirkan Putra berbicara padanya.
"Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhh!~"
Sheyn telah mencapai batasnya. Ia berteriak dengan sura yang mesum dan keras. Tapi Trelis mengabaikan hal tersebut, dan terus menghisap darah Sheyn.
"Tidak ... tuan, jika kau terus melakukan itu—"
*Slurp*Slurp*
"Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!~"
Sheyn pun berteriak untuk kedua kalinya, kali ini lebih keras dari sebelumnya.
Setelah Trelis merasa puas, ia pun melepaskan gigitannya. Luka gigitan yang berada di leher Sheyn pun lenyap meninggalkan bekas berwarna merah.
"Ha ... ha ... ha ..."
Sheyn bernafas dengan terengah-engah.
Wajahnya memerah, keringat membasahi tubuhnya, dan ia terlihat sangat kelelahan.
***
Sementara itu ...
"Hei Omorfa ..." ucap Putra yang tengah berbaring di pangkuan Omorfa.
"Hmm ...?" balas Omorfa yang sedang meminum milk shake.
"Minta dong ..."
Kemudian Omorfa melepaskan sedotan dari mulutnya, lalu mendekatkannya ke mulut Putra.
*Slurrrrrrp*
"Hmm, enak. Rasa kopi plus Oreo ya?"
"Hehem~" balas Omorfa dengan wajah tersenyum bahagia.
"Ngomong-ngomong ..." ucap Putra kembali.
Ia pun bangun dari tidurnya lalu menatap Omorfa.
"Kamu mau gak tinggal di rumahku?"
"Heeh ...??" ucap Omorfa terkejut. "Aku harus minta izin dulu ..." tambahnya.
"Tenang aja, nanti aku ikut ke rumah kamu buat minta izin ..."
Omorfa pun merenung sejak.
"Oh iya, aku kan udah nginep di rumah kamu selama dua hari. Tapi kok mereka kaya yang biasa-biasa aja ...?"
"Ya ... aku udah bilang sama mereka."
"Bilang gimana??"
"Ada deh ..., pokonya nanti aku ke rumah kamu ya?"
"O-oke ..."
Bel masuk pun berbunyi, mereka kembali ke kelas masing-masing.
"Jika sebuah partikel bergerak dengan fungsi f(x)= t + 3, berapakah besar perpindahannya?" tanya ibu guru.
"Aku, aku!" sahut Omorfa sambil mengacungkan tangannya.
Seperti yang diharapkan dari Omorfa, ia begitu aktif di kelas.
"Eeh, kamu lagi. Sekali-sekali beri orang lain kesempatan dong ..." ucap ibu guru.
"Aku ..." ucap salah seorang dari belakang.
"Baik Kine, maju ke depan ..."
"Ibu jahat ...!" ucap Omorfa.
*Buu*, Omorfa mengembungkan pipinya.
Ia memang selalu aktif dalam semua mata pelajaran, terutama fisika. Guru-guru telah bosan atas ulahnya, ya ... tak dapat dipungkiri lagi, ia selalu bersinar di setiap mata pelajaran.
Tapi kali ini ia terlihat lebih bersemangat dari sebelumnya. Putra heran dengan apa yang terjadi pada Omorfa.
***
Tadi ibu guru jahat banget ..." ucap Omorfa sambil mengembungkan pipinya.
Tampaknya ia masih marah dengan kejadian di kelas barusan.
Karena tidak tahan, aku pun mencubil kedua pipinya itu.
Demi diriku Lucifer pangeran neraka, dia benar-benar menggemaskan.
"Udah, udah. Gak perlu marah lagi ..." balasku sambil mengelus kepalanya.
"T-tapi ..."
"Lain kali coba lagi aja, oke?"
"I-iya ..."
Kami sedang berada di perjalanan menuju rumah Omorfa. Aku tidak sabar ingin segera bertemu dengan orang tua mereka.
"Nanti di rumah, aku yang ngomong ya?"
"Oke!" balas Omorfa.
Kami pun sampai di kediaman Omorfa. Omorfa mengantarku masuk ke dalam rumahnya lalu membawaku ke ruang tamu.
Kemudian Omorfa memintaku menunggu di ruang tamu lalu memanggilkan kedua orang tuanya.
Setelah orang tua Omorfa duduk menghadap ke arahku, aku pun memulai pembicaraan.
"OOh, kamu Putra. Kami kira siapa."
Omorfa terlihat kebingungan sesaat.
"Eeh, ayah kenal??"
"Tentu, ayah kenal. Kamu kira ayah ini sudah pikun?"
Apa maksudnya?, pikir Omorfa. Jawaban itu semakin membuatnya bingung.
"Hahahahaha," aku hanya bisa tertawa.
"Jadi ada apa Putra repot-repot kemari?" tanya Ayah Omorfa padaku.
"Yah, tentang itu ...."
Haduh, kalimat selanjutnya yang akan aku ucapkan begitu berat. Aku harus menarik nafas dalam-dalam.
"Aku ingin melamar Omorfa, tolong restui kami ayah." ucapku sambil menunduk.
"Heeeeeeeeeeeeeee ......!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"
Omorfa terkejut setengah mati ....
=========================


Posted by castrix, Published at 02.49 and have 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar